Baru saja dipublikasikan
Most Viewed
Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (Pht) pada Tanaman Kedelai Image
Journal article

Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (Pht) pada Tanaman Kedelai

Pengendalian Hama Terpadu, memberi ruang dan hak kehidupan bagi semua komponen biota ekologi, tanpa terjadinya kerusakan pada tanaman yang dibudidayakan. Sasaran pengendalian hama terpadu adalah mengurangi penggunaan pestisida dengan memadukan teknik pengendalian hayati dan pengendalian kimiawi. Pada tahun 1986 Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 yang menjadi Tonggak sejarah PHT di Indonesia, diawali dengan instruksi presiden nomor 3 tahun 1986 tentang larangan penggunaan 57 formulasi pestisida untuk tanaman padi. Perkembangan selanjutnya adalah UU No 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman yang menyatakan bahwa “ Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).Pengendalian hama pada tanaman kedelai hingga kini masih tertumpu pada penggunaan insektisida, cara pengendalian yang lain masih belum banyak di lakukan. Penggunaan insektisida secara berlebihan berdampak timbulnya resurgensi hama sasaran, dan pencemaran lingkungan pertanian, sehingga Pengendalian Hama Terpadu (PHT) perlu di lakukan Pengendalian Hama Terpadu pada tanaman kedelai merupakan teknik pengelolaan keseimbangan lingkungan pertanian melalui ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Strategi PHT adalah mensinergikan semua teknik atau metode pengendalian hama dan penyakit yang kompatbel didasarkan pada asas ekologi dan ekonomi. Prinsip operasional yang digunakan dalam PHT adalah 1) Budidaya tanaman sehat, 2. Penyeimbangan komponen ekobiota lingkungan, 3) Pelestarian musuh alami, 4) Pemantauan ekosistem secara terpadu, 5) Mewujudkan petani aktif sebagai ahli PHT.
Dampak Penggunaan Alat Mesin Panen terhadap Kelembagaan Usaha Tani Padi Image
Journal article

Dampak Penggunaan Alat Mesin Panen terhadap Kelembagaan Usaha Tani Padi

Mekanisasi merupakan solusi dari semakin langkanya keberadaan tenaga kerja pertanian, terutama dalam USAha tani padi. Konsekuensi dari adopsi teknologi berdampak pada kinerja ketenagakerjaan dan kelembagaan pertanian setempat. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi arah Perubahan penggunaan alat mesin panen dan perontokan padi serta dampaknya terhadap kelembagaan USAha pertanian padi sawah. Data yang digunakan adalah data base Panel Petani Nasional yang dilakukan oleh PSEKP tahun 2010, 2015 dan 2016. Kajian ini mengambil kasus pada lokasi penelitian agroekosistem lahan sawah di Desa Simpar (Subang). Sindangsari (Karawang) dan Desa Carawali (Kabupaten Sidrap), Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil kajian menyimpulkan bahwa adopsi teknologi mekanisasi dalam kegiatan panen lebih efisien baik dari sisi tenaga kerja, biaya maupun waktu. Selain itu juga mengurangi kehilangan hasil. Dampak negatifnya menggeser pola kelembagaan penggarapan lahan dari pola sakap menyakap ke arah menggarap lahannya sendiri. Sebagian buruh tani kehilangan kesempatan kerja, berkurangnya bagian (upah) buruh tani dalam sistem bawon yang berlaku setempat. Beberapa masalah lain yang timbul adalah kurangnya kesiapan petani dalam pengelolaan alsintan. Untuk mengatasi dampak negatif berkurangnya kesempatan kerja bagi pembawon serta penyakap, maka diperlukan fasilitasi untuk tumbuhnya alternatif kesempatan kerja bagi buruh yang terdampak oleh penggunaan alsintan tersebut. Selain itu, Perubahan USAhatani ke arah mekanisasi pertanian tersebut juga harus mempertimbangkan tatanan kelembagaan dan ketenagakerjaan setempat agar dapat tetap berjalan dengan saling menguntungkan.
Suggested For You
Kalium Sulfat dan Kalium Klorida sebagai Sumber Pupuk Kalium pada Tanaman Bawang Merah Image
Journal article

Kalium Sulfat dan Kalium Klorida sebagai Sumber Pupuk Kalium pada Tanaman Bawang Merah

Percobaan untuk mengetahui pengaruh 2 sumber pupuk kalium, yaitu kalium sulfat (K2SO4) dan kaliumklorida (KCl) serta dosis pupuk kalium terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Penelitian dilaksanakan dilahan petani di Desa Ciledug (12 m dpl.), Cirebon, Jawa Barat dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2003. Duasumber pupuk kalium, yaitu kalium sulfat dan kalium klorida ditempatkan sebagai petak utama dan dosis pupuk kalium,yaitu 50, 100, 150, 200, dan 250 kg K2O/ha sebagai anak petak dalam rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh sumber pupuk kalium tidak nyata terhadap parameter pertumbuhan,seperti tinggi tanaman, jumlah tunas, dan bobot kering komponen tanaman. Namun pada saat panen pupuk kaliumberpengaruh nyata. Tanaman yang mendapat pupuk K2SO4 mempunyai hasil umbi kering per tanaman, hasil umbisegar per petak, dan hasil umbi kering per petak yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan tanamanyang diberi pupuk KCl. Penggunaan pupuk kalium sulfat tidak nyata meningkatkan kualitas umbi bawang merahpada saat panen dibandingkan dengan penggunaan pupuk kalium klorida. Pengaruh dosis pupuk kalium terhadapbeberapa parameter pertumbuhan tanaman bawang merah, seperti tinggi tanaman, jumlah tunas per tanaman, jumlahdaun per tanaman, dan juga bobot kering komponen tanaman serta pada saat panen, hasil umbi segar dan umbi keringbaik per tanaman maupun per petak (15 m2) tidak nyata.
Journal article

Kebijakan Harga Output Dan Input Untuk Meningkatkan Produksi Jagung

Kebijakan Harga Output Dan Input Untuk Meningkatkan Produksi Jagung Image
Journal article

Kebutuhan Nitrogen Tanaman Kedelai Pada Tanah Mineral Dan Mineral Bergambut Dengan Budi Daya Jenuh Air

Kebutuhan Nitrogen Tanaman Kedelai Pada Tanah Mineral Dan Mineral Bergambut Dengan Budi Daya Jenuh Air Image
Baca artikel lainnya