Recently Published
Most Viewed
Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Kepala Desa di Desa Mamuya Kecamatan Galela Kabupaten Halamahera Utara Tahun 20101 Image
Journal article

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Kepala Desa di Desa Mamuya Kecamatan Galela Kabupaten Halamahera Utara Tahun 20101

Partisipasi politik merupakan bentuk keikutsertaan warga dalam proses politik, dalam negara demokrasi rakyat diharapkan dapat ikut berpartisipasi politik secara aktif. Partisipasi aktif warga negara dapat di laksanakan dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah dengan ikut serta dalam pemilihan pemimpin pemerintahan, termasuk Pemilihan Kepala Desa. Pada saat Pemilihan kepala desa Mamuya tahun 2010, partisipasi politik masyarakat terlihat sangat rendah. Secara umum rendahnya partisipasi masyarakat tersebut dipengaruhi oleh ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja Kepala desa incumbent, hal ini disebabkan oleh sikap dan perilakunya yang sering tidak sejalan dengan keinginan masyarakat, sehingga masyarakat menganggap bahwa pemerintah desa tidak membawa pengaruh yang besar bagi kehidupan mereka. Tidak adanya figur pemimpin yang sesuai dengan kehendak masyarakat, ditambah dengan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh calon-calon kepala desa membuat masyarakat desa Mamuya tidak mengenal dengan baik calon-calon kepala desa yang akan mereka pilih. Faktor sosial ekonomi juga cukup berpengaruh terhadap keputusan masyarakat Mamuya untuk tidak memilih, hal ini disebabkan karena secara ekonomi masyarakat desa Mamuya banyak yang bekerja sebagai nelayan maupun buruh harian, sedangkan hari pemilihan bersamaan dengan hari kerja, sehingga pilihan untuk ikut memilih atau bekerja untuk mendapatkan nafkah menjadi persoalan tersendiri bagi masyarakat Mamuya, Perubahan fase sosial ekonomi yang berada dalam tahap transisi dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern dimana masyarakat Mamuya lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan komunal masyarakat desa. Pemberian suara dalam Pemilu merupakan wujud partisipasi dalam politik, kegiatan ini tidak sekedar hanya pemilih memberikan suaranya namun sebelumnya terdapat rangkaian proses mengapa seseorang memutuskan untuk berangkat ke TPS atau tidak. Data yang ada menunjukkan bahwa tingkah laku pemilih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal, kasus di desa Mamuya ini pemilih yang tidak memilih berdasarkan alasan atas pengalaman hidup mereka menyangkut kepercayaan politik dimana mereka tidak memilih pada Pilkades karena yakin pemerintahan desa akan tetap berlangsung dengan tidak baik. Secara khusus diketahui bahwa teknik pelaksanaan pemilihan membawa pengaruh yang besar terhadap keputusan masyarakat untuk tidak memilih, nampak bahwa Panitia Pelaksana Pencalonan dan Pemilihan Kepala Desa (P4KD) kurang sigap dalam mengantisipasi keadaan yang terjadi di lapangan sehingga terjadi antrian panjang pada waktu pelaksanaan pemungutan suara, sehingga banyak pemilih yang kemudian batal memberikan suara karena harus antri terlalu lama. Upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala desa Mamuya dilakukan dengan berbagai cara, terutama P4KD sebagai penggemban tanggung jawab untuk dapat menyelenggarakan Pilkades yang dapat melahirkan pemimpin yang sah dan mendapatkan legitimasi dari masyarakat yaitu dengan mengganti teknik pelaksanaan pemilihan suara, dengan memperbanyak loket pendaftaran, sehingga pemilih bisa langsung masuk ke lokasi pemberian suara setelah mendaftar tanpa perlu menunggu panggilan seperti Pilkades sebelumnya.
Peranan Pemerintah Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Pertanian di Desa Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa Image
Journal article

Peranan Pemerintah Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Pertanian di Desa Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa

Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa membuat kebijakan tentang desa dalam memberi pelayanan, peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat desa yang ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat. Lahirnya otonomi daerah serta dalam era globalisasi, maka pemerintah daerah dituntut memberikan pelayanan yang lebih prima serta memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat ikut terlibat dalam pembangunan untuk kemajuan daerahnya, karena masyarakatlah yang lebih tahu apa yang mereka butuhkan serta pembangunan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien, dan dengan sendirinya masyarakat akan mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab. Penelitian dengan topik Peranan Pemerintah Desa Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Bidang Pertanian, bertujuan untuk Untuk mengetahui dan menganalisis peranan Pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di bidang pertanian serta mengetahui faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di Desa Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang menekankan unsur manusia sebagai instrumen penelitian. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa peranan pemerintah desa dalam pemberdayaan masyarakat dibidang pertanian dapat dilihat dari beberapa indikator, yakni: Peranan pemerintah desa dalam pembinaan. Pembinaan kehidupan masyarakat desa dilakukan oleh kepala desa dengan menggunakan konsep kesadaran dan kemauan dari masyarakat sendiri. Peranan pemerintah desa dalam memberikan pelayanan dan pengembangan kepada masyarakat seperti dalam kegiatan disektor pertanian maka kontribusi yang sangat besar dalam bidang pertanian adalah aktivitas USAha tani. Berdasarkan hasil wawancara dilapangan menunjukkan bahwa pemerintah sangat berperan dalam memberikan pemberdayaan kepada masyarakat khususnya dibidang pertanian.Kata Kunci : Pemerintah Desa, Pemberdayaan MasyarakatPENDAHULUANPelaksanaan otonomi daerah yang telah dimulai sejak 2001 mengandung konsekuensi yang cukup “menantang” bagi daerah. Di satu sisi, kebebasan berkreasi membangun daerah 1 Merupakan Skripsi Penulis 2 Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UNSRAT Manadobenar - benar terbuka lebar bagi daerah. Namun demikian, di sisi yang lain telah menghadang setumpuk masalah yang harus diselesaikan. Masalah yang sangat mendasar adalah Perubahan pola pengelolaan daerah dari sentralistik menjadi desentralisasi, misalnya sumber dana untuk membiayai pembangunan, sumber daya manusia sebagai aparat pelaksana seluruh aktivitas pembangunan, dan masih banyak yang lain. Pembangunan nasional dan daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pembangunan desa. Desa merupakan basis kekuatan sosial ekonomi dan politik yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Perencanaan pembangunan selama ini menjadikan masyarakat desa sebagai objek pembangunan bukan sebagai subjek pembangunan. Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa membuat kebijakan tentang desa dalam memberi pelayanan, peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat desa yang ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat. Konsep yang sering dimunculkan dalam proses pemberdayaan adalah konsep kemandirian dimana program-program pembangunan dirancang secara sistematis agar individu maupun masyarakat menjadi subjek dari pembangunan. Kegagalan berbagai program pembangunan perdesaan di masa lalu adalah disebabkan antara lain karena penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program-program pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat. Proses pembangunan lebih mengedepankan paradigma politik sentralistis dan dominannya peranan negara pada arus utama kehidupan bermasyarakat. Suatu pembangunan akan tepat mengenai sasaran, terlaksana dengan baik dan dimanfaatkan hasilnya apabila pembangunan yang dilakukan tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk memungkinkan hal itu terjadi, umumnya pembangunan perdesaan, mutlak diperlukan pemberdayaan masyarakat desa mulai dari keikutsertaan dalam perencanaan sampai pada hasil akhir dari pembangunan tersebut. Pembangunan wilayah pedesaan tidak terlepas dari peran serta dari seluruh masyarakat diwilayah tersebut, sehingga kinerja seorang kepala desa sebagai kepala pemerintahan desa harus dapat menjalankan tugas pokok memimpin dan mengkoordinasikan pemerintah desa dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga desa, melakukan pembinaan dan pembangunan masyarakat, dan membina perekonomian desa. Namun dalam Kenyataannya menunjukkan bahwa penilaian kinerja kepala desa oleh masyarakat dalam memberikan pelayanan serba lamban dan berbelit-belit serta formalitas. Inilah yang menarik dari uraian di atas, bahwa pemberdayaan untuk menanggulangi kemiskinan dan mensejahterahkan masyarakat adalah hal yang menarik dimana berbagai program penanggulangan kemiskinan terutama di bidang pertanian di masyarakat belum dapat mengatasi persoalan-persoalan yang ada. Sebagaimana yang terjadi di desa Tumaratas bahwa ada banyak program-program pemerintah di bidang pertanian, masih belum dapat mengatasi banyaknya persoalan. Karena itu konsep pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian yang akan membuat masyarakat petani dapat mandiri dan berdaya mengatasi kesulitan-kesulitan ekonominya. Desa Tumaratas sebagai wilayah yang memiliki potensi pertanian yang tinggi, kemudian mata pencaharian masyarakat sebagian besarnya adalah petani. Berbagai program pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian selalu dilakukan oleh pemerintah seperti pembentukan kelompok tani, pemberian modal USAha, bantuan bibit pertanian, penyuluhan pertanian, dan lain sebagainya. Permasalahannya, banyak bantuan yang diberikan tidak terkelola dengan baik, malahan ada bantuan yang menyimpang, misalnya dana yang diberikan tidak digunakan sebagaimana mestinya. Kemudian sebagian masyarakat tidak menerima bantuan, tidak diperhatikan. Padahal pentingnya sektor pertanian sebagai penyangga bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat, dan mengingat semakin terus bertambahnya kebutuhan akan pangan yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk di desa Tumaratas yang menjadi sasaran penelitian, maka dalam upaya menanggulangi kemiskinan penting kiranya membicarakan cara efektif dalam memberdayakan masyarakat petani. Pemberdayaan masyarakat yang perlu dilakukan dalam menyikapi kemiskinan ini adalah dengan mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa sektor pertanian adalah sektor kebutuhan yang paling vital bagi masyarakat Sulut. Kian hari jumlah masyarakat yang masih memilih bertani semakin kecil. Masyarakat saat ini lebih tertarik untuk bekerja sebagai karyawan disebuah Perusahaan dan di instansi-instansi pemerintah serta swasta lainnya. Sektor pertanian dianggap tidak menjanjikan lagi. Maka dalam proses pemberdayaan ini diperlukan sinergi kelompok-kelompok seperti sekolah menengah dan sekolah tinggi pertanian, Lembaga Swadaya Masyarakat, Koperasi Unit Desa dan Pemerintah melalui Departemen Pertanian. Lembaga-lembaga ini yang nota bene mempunyai banyak pengetahuan dan skill dibidang pertanian dapat memberikan penyuluhan, pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat tentang pertanian padat karya. Sedang Koperasi Unit Desa dapat menjadi penyalur bagi bahan, alat dan hasil-hasil pertanian padat karya tersebut. Perlu dicatat bahwa paradigma partnership adalah hal mendasar yang paling utama dalam melakukan pemberdayaan masyarakat petani. Tanpa anggapan bahwa semua sektor adalah mitra bagi psetani, pemberdayaan ini tak akan berhasil dengan baik. karena itu pemberdayaan merupakan hal yang baru dalam membangunan masyarakat terutama di bidang pertanian. Dan mencari tahu bagaimana pertanian sebagai mata pencaharian utama dari masyarakat Desa Tumaratas, dapat berkembang dengan baik. Kemudian melihat peran pemerintah desa sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk memberdayakan masyarakat desa. Oleh karena itu, Berdasarkan latar belakang pemikiran diatas maka dalam penelitian ini penulis mengangkat beberapa permasalahan yaitu:Bagaimana peranan pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di bidang pertanian serta Faktor-faktor apa yang mendorong dan menghambat Pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di Desa Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa ?METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan maka fokus penelitian ditekankan pada Fokus penelitian adalah mendeskripsikian dan menganalisis peranan pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di era otonomi daerah ditinjau dari pembinaan terhadap masyarakat, pelayanan pada masyarakat dan pengembangan pada masyarakat serta faktor pendukung dan penghambat yang muncul dalam memberdayakan masyarakat di Desa Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa. Teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk yaitu melalui : Observasi/pengamatan, dan wawancara. Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah yang dianggap mempunyai informasi (key-informan) yang dibutuhkan di wilayah penelitian. Sedangkan teknik analisis data yaitu data yang telah terkumpul dari hasil wawancara dan studi kepustakaan atau dokumentasi akan dianalisis dan ditafsirkan untuk mengetahui maksud serta maknanya, kemudian dihubungkan dengan masalah penelitian. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk narasi dan kutipan langsung hasil wawancara.HASIL DAN PEMBAHASANA. Visi Dan Misi Desa Tumaratas VISI : “MEWUJUDKAN DESA TUMARATAS MENJADI DESA MANDIRI MELALUI BIDANG PERTANIAN “MISI :- Meningkatkan USAha pertanian dengan mengundang pihak yang berkompeten dalam hal pertanian atau Pemerintahan Kabupaten melalui dinas pertanian - Meningkatkan dan mengelola Pendapatan Asli Desa untuk kesejahteraan rakyat - Mewujudkan Pemerintahan yang baik dan bersih serta memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakatB. Peranan Pemerintah Desa Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Bidang Pertanian Di Desa Tumaratas Berdasarkan hasil penelitian dapat dideskripsikan tentang peranan pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di desa Tumaratas bidang pertanian dapat dijabarkan sebagai berikut ; 1. Pembinaan terhadap Masyarakat Pembinaan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam proses pemberdayaan masyarakat, baik itu pembinaan bagi perangkat desa maupun bagi masyarakatnya. Tujuannya adalah agar perangkat desa dan warga masyarakat tahu dan mengerti apa yang harus dikerjakan serta timbul kemauan untuk ikut aktif dalam setiap program pemberdayaan masyarakat. Aktivitas pembinaan kehidupan masyarakat dilakukan oleh kepala desa melalui nilai-nilai kearifan lokal dan modal sosial yang dari dahulu memang dianut oleh warga desa yakni semangat gotong royong yang saat ini sudah mulai terkikis untuk dibangkitkan kembali. Tujuan dari pemberdayaan ini adalah Perubahan sikap dan perilaku menjadi lebih baik melalui pembinaan kehidupan masyarakat. Dalam praktiknya kepala desa menggunakan konsep kesadaran dan kemauan dari dalam masyarakat itu sendiri untuk berubah menjadi lebih baik. Pembinaan ini memiliki cakupan yang cukup banyak, akan tetapi yang jelas pembinaan mengandung arti pemberdayaan masyarakat yaitu mengubah sesuatu sehingga menjadi baru dan memiliki nilai yang lebih tinggi dan juga mengandung makna sebagai pembaruan, yaitu USAha untuk membuat sesuatu menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan, menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat. Dalam hubungannya dengan pembinaan, Talidzuhu Ndraha mengungkapkan bahwa yang menjadi sasaran pembinaan khususnya dalam membina kehidupan masyarakat adalah mentalitasnya. Mentalitas yang belum sadar harus dibangunkan, yang tidak sesuai dengan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat harus diubah, yang melenceng atau menyalahi aturan harus ditertibkan dan yang masih kosong harus diisi. Menghadirkan kembali semangat gotong royong diantara warganya. Baik itu dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Sebagai desa yang penduduknya sebahagian besar adalah berprofesi sebagai seorang petani, kegiatan-kegiatan dalam pertanian pun dilakukan secara bergotong- royong. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang pertanian memiliki makna meningkatkan kualitas kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang tercermin peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat termasuk masyarakat miskin.2. Pelayanan Dan Pengembangan Terhadap Masyarakat Pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat diharapkan menjadi lebih responsive terhadap kepentingan masyarakat itu sendiri,dimana paradigm pelayanan masyarakat yang telah berjalan selama ini beralih dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan focus kepada pengelolaan yang berorientasi kepuasaan masyarakat.Dilain pihak pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintahan kepada masyarakat diharapkan juga memiliki : a. Memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya, b.Memiliki perencanaan dalam pengambilan keputusan c. Memiliki tujuan sosial dalam kehidupan bermasyarakat d. Dituntut untuk akuntabel dan transparan kepada masyarakat e. Memiliki standarisasi pelayanan yang baik kepada masyarakat. Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah dan Undang-Undang no 6 tahun 2014 tentang desa,masyarakat memiliki kedaulatan yang cukup luas untuk menentukan orientasi dan arah kebijakan pembangunan yang dikehendaki.Adapun bentuk pelayanan pemerintah desa kepada masyarakat di desa Tumaratas yaitu apabila masyarakat yang bersangkutan membutuhkan pelayanan misalnya perbaikan dibidang pertanian maka aparat pemerintah desa berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan terbaik kepada warganya.Disamping kemampuan aparatur pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat, besar kecilnya partisipasi masyarakat merupakankan faktor penting dalam proses pembangunan, karena pada Kenyataannya pembangunan desa sangat memerlukan adanya keterlibatan aktif dari masyarakat. Keikutsertaan masyarakat tidak saja dalam perencanaan tetapi juga pelaksanaan program-program pembangunan di desa.Sehingga penilaian terhadap aparatur desa tidak negatif dalam menjalankan tugas utama untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Persepsi akan timbul bila mana dalam menjalankan tugas tidak sesuai dengan harapan masyarakat desa. Prosedur yang dipersulit dijadikan kepentingan pribadi atau komunitas yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi.C. Faktor-faktor Pendukung Dan Penghambat Terhadap Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Di Bidang Pertanian DiDesa Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Terdapat dua faktor yang mempengaruhi peranan kepala desa dalam pemberdayaan masyarakat Desa Tumaratas yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut: 1. Faktor Pendukung Terhadap Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Di Bidang Pertanian a. Kekuasaan Kekuasaan adalah kekuatan, legalitas, dan otoritas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu. Tanpa kekuasaan bagaimana mungkin seorang pemimpin mampu menjalankan tugasnya karena hanya dengan kewenanganlah seseorang berhak memerintah orang lain. b. Sistem Pendidikan Formal yang maju Pada dasarnya pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi individu,untuk memberikan wawasan serta menerima hal-hal baru juga memberikan bagaimana caranya dapat berpikir secara ilmiah.Pendidikan juga mengajarkan kepada individu untuk dapat berpikir secara objektif c. Sistem terbuka pada lapisan masyarakat Artinya masyarakat menyadari bahwa semua orang memiliki kedudukan yang sama dan harus diperlakukan sama didepan pemerintah.Oleh karena itu pemerintah mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat di Desa Tumaratas.d. Adanya orientasi untuk maju ( Masa depan) Terdapatnya pemikiran-pemikiran yang mengutamakan masa yang akan datang,dapat berakibat mulai terjadinya Perubahan-Perubahan dalam system sosial yang ada. Karena apa yang dilakukan harus diorientasikan pada Perubahan dimasa yang akan datang e. Adanya Sinergitas yang baik antara pemerintah dan masyarakat Budaya Mapalus (gotong royong) sangat melekat di kehidupan masyarakat Desa Tumaratas,oleh karena itu apa yang dilakukan pemerintah selalu didukung oleh masyarakat terutama program pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian yang sangat membantu masyarakat.Pemerintah juga selalu berupaya untuk memberikan yang terbaik kepada masyarakat sesuai dengan Visi-Misi Desa Tumaratas.2. Faktor Penghambat Terhadap Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Di Bidang Pertanian Pemberdayaan masyarakat di berbagai bidang tidak terlepas dari berbagai hambatan yang menyertainya.Hambatan yang sering muncul antara lain : a. Kelompok kepentingan Kelompok kepentingan dapat menjadi salahsatu penghambat dalam upaya pemberdayaan masyarakat.Misalnya,upaya pemberdayaan petani di desa Tumaratas tidak dapat dilaksanakan karena ada kelompok kepentingan tertentu yang bermaksud membeli lahan pertanian untuk mendirikan USAha peternakan.Kelompok pertanian ini akan berupaya akan lebih dulu agar lahan pertanian tersebut jatuh ke tangan mereka. b. Kualitas Sumber daya manusia pemerintah desa Sebagaimana terlihat sumber daya manusia atau aparat yang bertugas pada organisasi kantor tersebut secara kuantitas jumlah pegawai yang ada pada kantor desa Tumaratas sudah cukup namun secara kualitas sumber daya aparat desa di desa Tumaratas belum cukup baik,hal ini dapat dilihat dari kemampuan kerja dan mengkoordinir program didesa yang masih terlihat kurang. PENUTUPA. Kesimpulan Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,maka penulis dapat menarik kesimpulan tentang peranan pemerintah desa dalam pemberdayaan masyarakat dibidang pertanian dapat dilihat dari beberapa indikator, yakni:Peranan pemerintah desa dalam pembinaan.Pembinaan kehidupan masyarakat desa dilakukan oleh kepala desa dengan menggunakan konsep kesadaran dan kemauan dari masyarakat sendiri. Kegiatan sehari-hari dilakukan dengan cara bergotong royong terlebih dibidang pertanian dimana masyarakat sebelum musim kemarau tiba membangun tempat penampungan air.Peranan pemerintah desa dalam memberikan pelayanan dan pengembangan kepada masyarakat seperti dalam kegiatan disektor pertanian maka kontribusi yang sangat besar dalam bidang pertanian adalah aktivitas USAha tani. Aktifitas Usaha Tani adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh petani pada sebidang lahan yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman yang menghasilkan. Aktivitas USAha tani yang dilakukan oleh masyarakat petani khususnya di desa Tumaratas dapat dilakukan melalui aktivitas USAha tani padi sawah dan padi ladang. Aktivitas USAha tani padi sawah sangatlah beragam mulai dari cara pengolahan tanah, pembersihan, pembibitan, pemupukan bahkan sampai pada proses hasil panen. Faktor-faktor yang mempengaruhi peranan pemerintah desa dalam pemberdayaan masyarakat dibidang pertanian terdiri atas factor pendukung,yaitu : Kekuasaan, system pendidikan formal yang maju, system terbuka kepada seluruh lapisan masyarakat, adanya orientasi untuk maju, serta adanya sinergitas yang baik antara pemerintah dan masyarakat.Faktor Penghambat yaitu : Kelompok kepentingan, dan kualitas sumber daya aparatur desa.B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas,maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut : - Peranan Pemerintah desa terlebih khusus Kepala Desa terhadap pemberdayaan masyarakat dibidang pertanian didesa Tumaratas Kecamatan Langowan Kabupaten Minahasa hendaknya dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan. - Perlu dilakukan pengawasan yang secara rutin terutama terhadap kegiatan masyarakat yang menunjukkan adanya kegiatan pembangunan. - Selain penyuluhan dan pelatihan bagi warga masyarakat, pelatihan juga perlu diadakan bagi aparat desa guna meningkatkan SDM dan memberikan pelayanan yang optimal bagi warga desa. - Melalui hasil penelitian ini disarankan hendaknya pemerintah lewat dinas pertanian, memberikan perhatian secara sungguh-sungguh bagi para petani dalam membina dan membantu para petani dalam proses kesinambungan USAha mereka.Daftar Pustaka Ali Mufiz, Drs,1995, Pengantar Administrasi Negara, Universitas Terbuka.Andy Sutardy, MBA, Drs. Engkoem Damini, 1973, Pokok-pokok Ilmu Administrasi dan Manajemen, PT. Ikhtiar Baru, JakartaAtmosudirdjo, Prajudi, 1978, Dasar-dasar Administrasi, Balai Aksara, JakartaBayu Suryaningrat, 1979, Desa dan Kelurahan, Rineka Cipta, JakartaDedy Supriady Bratakusuma, Ph.D. Dadang Solihin, MA. 2002, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Gramedia Pustaka Utama, JakartaDepdikbud RI, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, JakartaHandayaningrat, Soewarno, 1982, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Gunung Agung, JakartaIbnu Syamsi, Drs. 1983, Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen, Bina Aklsara, JakartaJoko Prakoso, SH, 1987, Hukum Asuransi Indonesia, BandungKoentjaraningrat, 1990, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Gramedia Pustaka, JakartaLembaga Administrasi Negara RI, 1997, Sistem Administrasi Negara RI, Gunung Agung, JakartaMakagansa.H.R.2008.Tantangan Pemekaran Daerah.Yogyakarta.FUSPADMoleong.2010.Metodologi penelitian kualitatif.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.Moenir A.A., 1987, Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian, Gunung Agung, JakartaNainggolan, 1984, Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Depdikbud, Jakarta Peraturan Daerah Kabupaten Umum, 2001, Lembaran Daerah Kabupaten Umum, Tentang Pembentukan Badan Perwakilan Desa.PTN dan PTS Se-Sulawesi Selatan, 1997, Pedoman Pembinaan Desa dam Pengelolaan Sumber- sumber Pendapatan Desa, Biro-Bina Pemdes Makassar S.P. Siagian, MPA, 1983, Filsafat Administrasi, Gunung Agung Jakarta Saksono, S, 1988, Administrasi Kepegawaian, Karnisius, Yogyakarta Soetjitro, Ir. 1988, Pembinaan Ketahanan Masyarakat Desa, Jakarta Sugiyono, 2002, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, BandungSulastomo, 1999, Asuransi Kesehatan (Sebuah Kapitas Selekta), JakartaSurachmad, Winarno, 1972, Dasar-dasar Tehnik Research, Tarsito, BandungThe Liang Ge, 1984, Administrasi Perkantoran Modern, Nur Cahaya, YogyakartaWidjaja, HAW., Prof. Drs.,2003, Pemerintahan Desa / Marga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.Sumber-Sumber lain Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 http:/www.forumdesa.org/mudik/mudik3/mudik2.php,4 juli 2007
Suggested For You
Kekuasaan Negara dalam Struktur Adat Masyarakat Miangas Image
Journal article

Kekuasaan Negara dalam Struktur Adat Masyarakat Miangas

Characteristics of the border region is often described as the outermost regions are isolated, backward, and so forth. With the myriad of issues concerning the welfare of society in general were below the poverty line with low levels of education. But life does not always belong to border communities in naming above, Miangas for example, the community has its own traditions how to survive in conditions of isolation and backwardness, have skills in producting seafood, farming and other skills. Long before the existence of state power, the unit from Miangas sides of residence lives bound by customs and a sense of shared identity. Results from this research show that, due to the presence of markers of the state's power infrastructure in this locations, many facilities built by the government in Miangas impressed as empty and wasteful projects that looks abandoned. As well as the presence of power by government intervention ultimately weaken the social institutions in lives of indigenous people, and tends to make people more spoiled and more pragmatic, and left the local wisdom and traditional values that have been practiced for generations by their ancestors and was bequeathed to offspring. Conclusion of this study, the Miangas known as hard working people, many skills are acted by people in meeting their needs, such as reliable in making boats, intelligent processing of marine products such as making wooden fish (smoked fish) and salted fish being traded to the island- Talaud large island in the district. But when the excessive government interference in the end there is a change in society itself and shift traditional values. Neglect of traditional values by society, increasingly indicates that the presence of state power in Miangas, indicating the government has failed in maintaining traditional values, language and traditions into local wisdom as mandated in the constitution of this country, which is poured into 1945. Should society and government both have important roles in maintaining the integrity and sovereignty of the Republic of Indonesia to maintain local knowledge as part of the national defense. PENDAHULUANKarakteristik wilayah perbatasan bagi sebagian orang seringkali digambarkan sebagai wilayah terluar yang terisolir, terbelakang, halaman belakang, pagar belakang, penuh dengan segudang permasalahan menyangkut tingkat kesejahteraan masyarakat yang pada umumnya berada di bawah garis kemiskinan dengan tingkat pendidikan yang rendah.Namun dalam penamaan ini yang seringkalidilupakan oleh sebagian orang bahwa kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan tidak selamanya tergolong apa yang disebutkan diatas, disetiap wilayah masyarakat memiliki budaya dan tradisi berbeda bagaimana bertahan hidup dalam kondisi keterisolasian dan ketebelakangan. Seperti yang di ungkapkan oleh Ralp Linton dimana kegiatan-kegiatan kebudayaan atau culture activity di bagi ke dalam trait complex, misalnya sebagai contoh masyarakat memiliki ketrampilan dalam proses pencaharian hidup dan ekonomi, dengan mengandalkan hasil alam seperti melaut, bercocok tanam dan peternakan (Ralp Linton, 1936: 397). Apabila dicermati hal ini merupakan kearifan lokal.Demikian halnya jauh sebelum adanya program pembangunan di wilayah perbatasan, masyarakat yang oleh Koentjraningrat disebut sebagaii suatu kesatuan hidup manusia yang bersifat mantap dan terikat oleh satuan adat istiadat dan rasa identitas bersama(Koentjraningrat, 2009:120). Wilayah perbatasan sebagai garis pangkal penentu kedaulatanNKRI, perlu adanya perhatian khusus baik dari segi pembangunan infrastruktur dansuprastruktur, pembangunan kualitas sumber daya manusia, sampai pada pembangunan pusat penyelenggara kekuasaan negara yang memberi pelayanan terhadap masyarakat. Namun persoalan yang dihadapi sekarang wilayah perbatasan yang diwacanakan sebagai “beranda depan” ternyata masih jauh dari harapan dan tinggallah sebuah wacana.Dengan adanya kehadiran kekuasaan negara bukan memoles wilayah perbatasan menjadi wilayah terdepan, malah cenderung membuat masyarakat untuk terus bergantung kepada pemerintah dan meninggalkan tradisi-tradisi yang dulu terpelihara, seperti nilai-nilai atau norma-norma adat-istiadat dan keterikatan oleh suatu rasa identitas komunitas (Maciver dan Page dalam Koenjtraningrat, 2009:119). Seperti yang dikatakan oleh Burhan Bugin kajian tentang masyarakat sipil atau civil society penting di kaji setelah dominasi kekuasaan negara begitu kuat. Selain menjadikan masyarakat sipil tidak berdaya, dominasi kekuasaan negara dapat menunjukan fakta bahwa seakan-akan pembangunan yang dilakukan oleh Negara ditunjukan bagi kepentingan rakyat (Burhan Bugin, 1993: 6), namun Kenyataannya malah kekuasaan Negara yang pada umumnya terlalu dominan lebih cederung memberikan efek negatif terhadap kearifan lokal masyarakat adat di Miangas, di sisi lain masyarakat sendiri tidak mampu untuk mempertahankan kearifan lokal yang ada.Rumusan Masalah1. Bagaimana kekuasaan negara terhadap struktur adat masyarakat Miangas?2. Mengapa terjadi Perubahan atau pergeseran nilai adat ketika pemerintah melakukan intervensi kekuasaan di Miangas?Manfaat dan Tujuan Penelitian.a. Adapun tujuan dari penelitian ini, adalah:1. Untuk mengetahui sejauh mana kekuasaan negara terhadap struktur adat masyarakat Miangas!2. Untuk mengetahui Sejauhmana terjadinya Perubahan atau pergeseran nilai-nilai adat ketika pemerintah melakukan intervensi kekuasaan di Miangas!b. Manfaat Ilmiah, bahwasannya penelitian ini kiranya dapat memberikan kontribusi berarti untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi Jurusan Ilmu Pemerintahan terlebih khusus bagi Program Studi Ilmu politik.Manfaat praktis,diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi terselenggaranya program pemerintahpusat dan daerah dalam pembangunan kawasan perbatasan yang sesuai dengan karakteristik wilayah perbatasan, agar ke depan program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah tepat dan berguna bagi masyarakat perbatasan, guna untuk menjaga tetap tegaknya keutuhan dan kesatuan NKRI.KERANGKA KONSEPTUALKonsep Kekuasaan1. Menurut Robert M. Mac Iver,kekuasaanadalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia (Robert M. Mac Iver, 1961:87).2. Menurut Negel, kekuasaan adalah suatu hubungan kausal nyata atau potensial antara yang disukai oleh yang berbuat sehubungan dengan hasil dan hasil itu sendiri (Negel dalam Robert Dahl “Analisis Politik Modern, 1980; 169).3. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, kekuasaan adalah hubungan antara yang berkuasa dan yang di kuasai, atau dengan kata lain antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dan pihak lain yang menerima pengaruh ini, dengan rela atau karena terpaksa (Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964:337).4. Menurut Soerjono Soekanto, kekuasaan adalah suatu kemampuan memerintah (agar yang diperintah patuh) dan juga memberikan keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak-pihak lainnya (Soerjono Soekanto, 1981:163)5. Menurut Max Weber, kukuasaan adalah kesempatan dari seseorang atau sekelompok orang-orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menterapkannya terhadap tindakan-tindakan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu (Max Weber (Max Weber, Essay in Sociology, translated and edited by H-H Gerth and C. Wright Mills. 1946: 180).6. Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan sebagai “kemampuan individu untuk mencapai tujuannya saat berhubungan dengan orang lain, bahkan ketika dihadapkan pada penolakan mereka” (Gilbert W. Fairholm, Organizational Power Politics: Tactics in Organizational Leadership, 2009:5).7. Stephen P. Robbins mendefinisikan kekuasaan sebagai “... kapasitas bahwa A harus mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh A. Definisi Robbins menyebut suatu “potensi” sehingga kekuasaan bisa jadi ada tetapi tidak dipergunakan. Sebab itu, kekuasaan disebut sebagai “kapasitas” atau “potensi” (Stephen P. Robbins, 2009:15).8. Menurut Harold D Laswell dan Abraham Kaplan mendefinisikan kekuasaan adalahsustu hubungan di mana seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakanseseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang ataukelompoklain agar sesuai dengan tujuan dari pihak pertama.(Harold D Laswell dan Abraham Kaplan dalam Leo Agustino, 2007:72).Unsur-Unsur dan Saluran-Saluran Kekuasaan Kekuasaan dapat di jumpai dalam hubungan sosial di antara manusia maupun antar kelompok, adapun menurut (Soerjono Soekanto 1981:164-166) membaginya sebagai berikut:1. Rasa takut2. Rasa cinta3. Kepercayaan4. PemujaanSelain dari keempat unsur diatas, di dalam masyarakat Soerjono Soekanto membagi serta membatasinya ke dalam beberapa saluran-saluran, antara lain sebagai berikut;1. Saluran Militer2. Saluran Ekonomi3. Saluran Politik4. Saluran Tradisi5. Saluran Ideologi6. Saluran-saluran lainnyaBentuk Pelapisan-pelapisan Kekuasaan Adapun menurut Soekanto sosiolog dari Indonesia, memandang bentuk kekuasaan pada satu pola umum dari sekian banyak pola dalam masyarakat.Yaitu, bahwa dalam bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan dirinya pada masyarakat dengan adat-istiadat perikelakuannya (Soerjono Soekanto, 1981:169).Adapun bentuk pelapisan-pelapisan kekuasaan sebagai berikut: Wewenang Menurut Soerjono Soekanto, wewenang adalah hak yang telah ditetapkan dalam suatu tata tertib untuk menetapkan kebijaksanaa, menentukan keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah yang penting dan untuk menyelesaikan pertetangan-pertentangan ( Soerjono Soekanto, 198:172).1. Wewenang kharismatis, tradisionil dan rasionil (legal).2. Wewenang resmi dan tidak resmi3. Wewenang pribadi dan territorial4. Wewenang terbatas dan menyeluruhKonsep NegaraHakekat pengertian tentang Negara pada dasarnya merujuk pada konsep kebangsaaan, dimana dari kata dasar “Bangsa”.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Depdikbud halalam 89, bahwa bangsa adalah orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarah serta berpemerintahan sendiri(Sumarsono, dkk. “Pendidikan Kewarganegaraan”, 2005:8).Menurut Parangtopo (1993) kebangsaan adalah sebagai tindak-tanduk kesadaran dan sikap yang memandang dirinya sebagai suatu kelompok bangsa yang sama dengan keterikatan Sosiokultural yang disepakati bersama untuk hidup bersama membentuk organisasi yang disebut negara (Idup Suhady dan A.M. Sinaga, 2009:4).Adapun beberapa konsep negara sebagai organisasi kekuasaan politik menurut para ahli sebagai berikut:1. George Jellinek, Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman diwilayah tertentu (George Jellenik dan Efriza, 2008:43).2. Menurut Miriam Budiardjo, negara adalah bagian dari integrasi kekuasaan politik dan merupakan oraganisasi kekuasaan politik, yang merupakan alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat (Miriam Budiardjo, 2006; 38).3. Menurut R. Djokosoetono, negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada dibawah suatu pemerintahan yang sama (R. Djokosoetono dalam Indup Suhady dan A. M. Sinaga, 2009:6).4. Menurut Harold J. Laski, negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyaraka(Harold J. Laski dalam Miriam Budiardjo,2006: 39).5. Menurut Epicurus, negara adalah merupakan hasil daripada perbuatan manusia, yang diciptakan untuk menyelenggarakan kepentingan anggota-anggotanya (Epicurus dalam Soehino, 1986:31).6. Menurut Norberto Bobbio, negara adalah dimana kekuasaan public diatur oleh norma-norma umum (yang fundamental maupun konstitusional) dan ia harus dijalankan dalam pengaturan undang-undang, di mana warga Negara mempunyai hak perlindungan dari jalan-jalan lain untuk menuju kepada satu pengadilan yang mandiri dalam upaya meneggakan aturan main dan berjaga dari penyalahgunaan atau tindakan berlebihan dari kekuasaan (Norberto Bobbio dalam Ali Sugihardjanto,dkk. 2003; 154).7. Menurut Thomas Aquinas berangkat dari pemikiran klasiknya, negara adalah lembaga sosial manusia yang paling tinggi dan luas yang berfungsi menjamin manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiknya yang melampaui kemampuan lingkungan sosial lebih kecil, seperti desa dan kota (Thomas Aquinas Efriza, 2008:43).8. C.F. Strong seorang pemikir modern, dimana dalam Perumusannya negara merupakan masyarakat yang terorganisir secara politik, negara sebagai suatu masyarakat teritorial yang dibagi menjadi yang memerintah dan di perintah (C.F. Strong, 2004; 5-7).Menurut Ahli berkebangsaan Inggris L. Oppenheim, sebuah negara berdiri bila suatu bangsa telah menetap di suatu negeri dibawah pemerintahannya sendiri”, defenisi ini mencakup 4 unsur yang sangat jelas, rakyat, wilayah, pemerintahan dan sifat kedaulatannya (Oppenheim dalam J. Frankel, 1991: 9-13), adapun penjelasan unsur-unsur negara menurut Oppenheim sebagai berikut:1. Rakyat2. Wilayah3. Pemerintahannya4. KedaulatanSelain apa yang disebutkan diatas, negara memiliki tujuan dan fungsi negara. Adapun tujuan negara sebagai berikut;1. Menurut Miriam Budiardjo negara dipandang sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerjasama, dimana tujuan akhir negara adalah menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya (Miriam Budiardjo, 2006:45).2. Negara sebagai organisasi kekuasaan teori ini dianut oleh H.A.Logemann dalam bukunya Over De Theorie van Eeen Stelling Staatsrecht. Dikatakan bahwa keberadaan negara bertujuan untuk mengatur serta menyelenggarakan masyarakat yang dilengkapi dengan kekuasaan tertinggi (H. A. Logemann, 1948).3. Menurut Roger H. Soltau, tujuan negara ialah memungkinkan rakyatnya “berkembang” serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin” (R. H. Soltau dalam Miriam Budiardjo,2006:45).Selain daripada tujuan dan fungsi diatas, Negara yang oleh Soekanto pada umumnya memiliki kekuasaan yang secara formil negara mempunyai hak untuk melaksanakan kekuasaan tertinggi, kalau perlu dengan paksaan; juga negaralah yang membagi-bagikan kekuasaan yang lebih rendah derajatnya (Soerjono Soekanto, 1981:164). Konsep MasyarakatDalam bahasa Inggris masyarakat adalah society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman (Konjtraningrat,2009:16).1. Menurut Koentjaraningrat, pengertian masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas tertentu (Koenjtraningrat, 2009;118).2. Menurut Mac Iver dan Page, masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaantata-cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia, keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial, dan masyakat selalu berubah (R. M. Mac Iver and Charles H. Page, 1961: 5).3. Menurut S. R. Steinmetz, masyarakat adalah sebagai kelompok manusia yang tebesar dan yang meliputi pengelompokkan yang lebih kecil, yanng mempunyai hubungan erat dan teratur (S. R. Steinmetz dalam Harsojo, 1967: 145).4. Menurut Miriam Budiardjo, masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama (Miriam Budiardjo, 2006;39).5. Menurut Warner,masyarakat adalah “suatu kelompok perorangan yang berinteraksi timbal Balik(Warner dalam Pokok-pokok Antropologi Budaya. Editor , T.O Ihromi, 1996;107).6. J. L.Gillin dan J. P. Gillin dalam buku mereka Cultural Sociology (1954:139), bahwa masyarakat atau society adalah “the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative”. (J. L. Gillin dan J.P. Gillin dalam Koenjtraningrat, 2009; 118).Organisasi Sosial atau Struktur Masyarakat Melville J. Herskovits,antropolog berkebangsaan Amerika, mengemukakan bahwa organisasi sosial atau struktur masyarakat dapat dilihat dari pranata-pranata yang menentukan kedudukan lelaki dan perempuan dalam masyarakat, dan dengan demikian menyalurkan hubungan pribadi mereka (Melville J. Herskovits dalam Ihromi, 1996;82). Melvillemembagi lagi pranata-pranata dalam dua kategori yaitu, pranata yang tumbuh dari hubungan kekerabatan dan pranata dari hasil ikatan antara individu berdasarkan keinginan sendiri.Pranata Sosial Atau Lembaga Kemasyarakatan Menurut Koenjtraningrat, pranata adalah suatu sistem norma khusus menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan pola khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat (Koenjtraningrat, 2009:133). Dari semua hal mengenai apa yang telah dijabarkan oleh Koenjtraningrat diatas, kesemuanya itu dapat tercapai karena adanya interaksi sosial antarindividu dan kelompok dalam kehidupan masyarakat.Menurut Soerjono Soekanto, dikatakan bahwa unsur-unsur pokok dalam struktur sosial adalah interaksi sosial dan lapisan-lapisan sosial (Soerjono Soekanto, 1981:192).Adapun ciri-ciri umum lembaga kemasyarakatan atau pranata sosial menurut (Gillin and Gillin dalam Soerjono Soekanto, 1981:84), sebagai berikut:1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi daripada pola-pola perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan.3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dari lembaga yang bersangkutan.5. Adanya lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas dari lembaga kemasyarakatan.6. Suatu lembaga kemasyarakatan, mempunyai suatu tradisi yang tertulis ataupun yang tidak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata-tertib yang berlaku dan lain-lain.Selain daripada ciri-ciri lembaga kemasyarakatan diatas, Gillin dan Gillin mengklasifikasikan beberapa tipe lembaga kemasyarakatan dari berbagai sudut pandang, sebagai berikut:1. Crescive institutions dan enacted institutions yang merupakan klasifikasi dari sudut perkembangannya.2. Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas Basic institutions dan subdiary institutions.3. Dari sudut penerimaaan masyarakat dapat dibedakan aaproved atau social sanctioned-institutions dan unsanctioned institutions.4. Perbedaan antara general istitutions dengan restricted institutions, timbul apabila klasifikasi timbul didasarkan pada faktor penyebarannya.5. Akhirnya dari sudut fungsinya, terdapat perbedaan operative institutions dan regulaitve institutions.Intervensi Politik (Negara) dalam Struktur Masyarakat Adat Di Indonesia Dalam konteks NKRI, di zaman orde baru (Soeharto) negara dijalankan dengan skema totaliter berbasis militer, hal ini telah memberikan pengaruh besar pada penciptaan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di era reformasi ada pergesaran serta adanya dekadensi terhadap nilai-nilai adat dalam komunitas masyarakat, hal ini diakibatkan adanya campur tangan (intervensi) negara yang berlebihan terhadap pranata sosial didalam masyarakat. Menurut Adumiharja Kusnaka, bahwa selama ini para perencana pembagunan nasional di Indonesia menganggap nilai budaya masyarakat sebagaisimbol keterbelakangan. Dengan adanya UU No 72 Tahun 2005 tentang Perubahan atas UU No 15 Tahun 1999 “Tentang Pemerintahan Desa”, adalah „puncak‟ dari kebijakan intervensi Negara sejak masa kolonial hingga nasional sekarang yang melumpuhkan kekuatan modal sosial, dan sekaligus merampas hak-hak komunal yang melekat pada ulayat (wilayah kehidupan) dari entitas sosial yang disebut „masyarakat hukum adat‟ di Negara ini (Zakaria, 2000).Menurut Imam Soetiknya, akibat pemerintah menyalahgunakan UUPA No. 5 Tahun 1960, maka yang terjadi adalah suku-suku bangsa dan masyarakat adat yang tidak mandiri lagi, tetapi sudah merupakan bagian dari satu bangsa Indonesia di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang wewenangnya berdasarkan hak rakyat yang berhubungan dengan hak-hak atas tanah, yang dahulu mutlak berada di tangan kepala suku atau masyarakat hukum adat sebagai penguasa tertinggi dalam wilayahnya, dengan sendirinya beralih kepada pemerintah pusat sebagai penguasa tertinggi, pemegang hak menguasai tanah ulayat wilayah Negara (Imam, Soetiknya, 1990; 20). Di dalam UUD 1945 Amandemen IV, pasal 28I ayat 3, pasal 32 ayat 1 dan ayat 2, serta UU Nomor 32 Tahun 2004. Dimana negara menghormati dan menghargai serta memelihara bahasa, budaya masyarakat tradisional sebagai budaya nasional yang selaras dengan perkembangan zaman. Masyarakat Adat dan Kelembagaan Adat Konsep Masyarakat Adat Istilah masyarakat adat mulai mendapat perhatian dunia setelah pada tahun 1950-an sebuah badan dunia di PBB bernama ILO (International Labour Organization) mempopulerkan isu tentang “Indigenous peoples” dimana istilah ini digunakan ILO untuk sebutan terhadap entitas “penduduk asli” (ILO dalam Keraf, 2010). Keraf menyebutkan beberapa ciri yang membedakan masyarakat adat dari kelompok lainnya (Keraf, 2010:362), adapun ciri-cirinya sebagai berikut:1. Mereka mendiami tanah-tanah milik nenek moyangnya, baik seluruhnya atau sebagian.2. Mereka mempunyai garis keturunan yang sama, berasal dari penduduk asli daerah tersebut.3. Mereka mempunyai budaya yang khas, yang menyangkut agama, sistem suku, pakaian tarian, cara hidup, peralatan hidup, termasuk untuk mencari nafkah.4. Mereka memiliki bahasa sendiri.5. Biasanya hidup terpisah dari kelompok lain dan menolak atau bersikap hati-hati terhadap hal-hal baru yang berasal dari luar komunitasnya.Masyarakat dengan pola orientasi kehidupan tradisional, yang tinggal dan hidup di desa. Menurut Suhandi ada beberapa sifat umum yang dimiliki masyarakat tradisional (Suhandi dalam Ningrat, 2004:4):1. Hubungan atau ikatan masyarakat desa dengan tanah sangat erat.2. Sikap hidup tingkah laku sangat magis religius.3. Adanya kehidupan gotong-royong.4. Memegang tradisi dengan kuat.5. Menghormati para sesepuh.6. Kepercayaan pada pemimpin loka dan tradisional.7. Organisasi yang relatif statis.8. Tingginya nilai-nilai sosial.Lembaga Adat Ratu mbanua dan Inangngu wanuaDi Zaman dahulu pemerintahan desa dilaksanakan secara adat oleh Ratumbanua dan Inangnguwanua, mereka dianggap oleh sebagian masyarakat Talaud dan Miangas khususnya sebagai kepala yang membawahi beberapa suku atau klan, dan dianggap sebagai pemimpin dari beberapa kepala suku.Istilah pemerintah desa adat tersebut disesuaikan dengan kemauan penguasa pada saat itu, dan setelah adanya perkembangan pembagian wilayah Zending, maka terjadilah keputusan Residen Manado pada tanggal 1April 1902 yang mencantumkan pengakuan terhadap wilayah ke-jogugu-andi kepulauan Talaud maka saat itu juga di mulai pemerintahan desa.1. Ratuntampa adalah seseorang yang memegang tampuk pimpinan adat yang membawahi pimpinan adat, (Ratunbanua dan Inangnguwanua dari beberapa desa/kampung).2. Inangngu tampa sama dengan ratuntampa hanya di bedakan tugas dan fungsinya.3. Ratu mbanua adalah seseorang yang memegang tampuk pimpinan adat bersama-sama Inangngu wanua di suatu desa/kampung.4. Inangngu wanua adalah seseorang yang memegang pimpinan adat bersama Ratu mbanua di kampung, dia sebagai wakilnya Ratu mbanua.5. Timade ruanga/Inangngu ruanga adalah seseorang yang memimpin rumpun keluarga yang disebut suku.Adapun istilah ruanga dalam istilah Indonesia adalah panguyuban, rukun, atau suku (Hoetagaol dkk, 2012:19). Ratu mbanua dan Inangngu wanua dalam Struktrur Pemerintahan Desa Pada era demokrartisasi sebagaimana tengah berjalan di desa, masyarakat memiliki peran cukup sentral untuk menentukan pilihan kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasinya. Masyarakat memiliki kedaulatan yang cukup luas untuk menentukan orientasi dan arah kebijakan pembangunan yang dikehendaki (Setiawan, 2009).Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum terkecil yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati oleh negara. Masuknya ratu mbanua sebagai pemangku adat dalam keanggotaan BPD memperjelas peranan ratumbanua dalam penetapan peraturan desa bersama Kepala desa, termasuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakatnya.Selain posisi ratu mbanua dalam keanggotaan BPD, ada beberapa kelembagaan desa dimana Ratumbanua serta perangkatnya berperan di dalamnya yang sudah dikenal dalam rangka pembangunan daerah pedesaan adalah Lembaga Ketahanan Desa (LKMD) dan Koperasi Unit Desa.Hubungan ratu mbanua sebagai lembaga adat dalam lembaga kemasyarakatan secara hukum nasional Indonesia maka kedudukan tugas dan fungsi Lembaga adat ratu mbanuasebagai mitra pemerintahan desa.METODE PENELITIANJenis Penelitian Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif, yang artinya “masalah” yang dibawa dalam penelitian ini bertujuan untuk mengobservasi, dan memahami suatu situasi sosial, peristiwa, peran, interaksi dalam kelompok masyarakat. Dalam penelitian ini juga masih bersifat holistik, belum jelas, kompleks, dinamis dan penuh makna serta bersifat alamiah (Sugiyono, 2011:9). Metode pendekatan yang dipakai adalah pendekatan Antropologi politik dimana kajian ini memusatkan perhatiannya pada“Hubungan antara struktur dan masyarakat dengan struktur dan tebaran kekuasaan dalam masyarakat tersebut (Koentjaraningrat “ Sejarah Teori Antropologi, hal 196-226).Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif-naturalistik peneliti akan lebih banyak menjadi instrumen, karena dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan key isnstruments (Sugiyono, 2011;92). Lokasi Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini dan yang mengacu pada fokus masalah yang terjadi di Miangas, maka penelitian ini berlokasi di Desa Miangas Kecamatan Khusus Miangas Kabupaten Kepulauan Talaud. Fokus Penelitian Pada penelitian ini, dengan berbagai pertimbangan antara lain, faktor jarak yang ditempuh, tenaga, waktu, dan dana, maka peneliti memfokuskan penelitian hanya di Kecamatan Khusus Miangas, Desa Miangas, Dimana fokus kajianya adalah melihat fenomena dari kekuasaan negara dalam struktur adat masyarakat Miangas dan mengapa terjadi Perubahan atau pergeseran nilai adat ketika pemerintah melakukan intervensi kekuasaan di Miangas. Jenis Data Pada penelitian ini, data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Menurut Sugiyono di dalam pengumpulan data ada dua sumber data, pertama sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen, hasil yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan (Sugiyono; 224). Informan Penelitian Menurut Sugiyono (2011), dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi (Sugiyono, 2011:216).Mengutip juga pendapat Spradley dalam penelitian kualitatif, tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) (Spradley dalam Sugiyono, 2011:215).Dimana penulis sendiri sebagai instrumen dalam penelitian ini, penulis turun langsung ke tempat dimana menjadi fokus penelitian, mewawancarai nara sumber, partisipan, informan yang dianggap tahu dengan situasi dan kondisi Miangas, atau yang lebih berkompeten dan memiliki pengaruh di tempat itu. Serta mengamati secara langsung aktivitas warga masyarakat yang ada di Miangas. Penentuan sumber data orang-orang yang diwawancarai yaitu dipilih dengan pertimbangan tertentu, dan masih bersifat sementara. Informan dalam hal ini kepala desa, ketua BPD, Ratumbanua dan Inangnguwanua, tokoh masyarakat dan tokoh adat. Teknik pengumpulan data Dalam penelitian ini yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik observasi, wawancara dan dokumentasi.Prosedur Analisis Data Menurut Sugiyono, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi. Dalam proses analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu anilisis berdasarkan data yang diperoleh (Sugiyono, 2011; 245).HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANFenomena Pembangunan Di Miangas Pengalaman pahit Indonesia kalah dari Malaysia dalam memperebutkan Sipadan dan Ligitan di Mahkamah Internasional (Ulaen, dkk. 2012;164), membuat pemerintah ekstra hati-hati dalam menjaga wilayah teritorialnya.Pasca Soeharto, adanya pergeseran pencitraan atas Miangas dan pulau perbatasan lainnya, kalau dulu Miangas dianggap sebagai wilayah terluar, dan pos pintu keluar-masuk para pelintas-batas, maka sekarang dalam setiap program pembangunan diwacanakan sebagai “beranda depan” benteng Pancasila. Begitu banyak fasilitas yang dibangun oleh pemerintah di wilayah paling utara Sulawesi utara ini. Namun banyak fasilitas-fasilitas aparatur sipil yang dibangun untuk menunjang pelayanan terhadap masyarakat hanya terbengkalai dan dibiarkan kosong akibatnya rusak dan terkesan hanyalah proyek mubazir. Selain hal diatas ada beberapa bangunan yang disediakan pemerintah sebagai tempat penampungan kebutuhan pokok masyarakat seperti, depot logistik, 4 buah tangki BBM. Sejak dibangun pada tahun 2007 sampai sekarang terbengkalai dan hanya menjadi tempat penyimpanan karung semen dan menjadi tempat bagi rayap dan kepiting laut. Perhatian pemerintah terhadap pulau Miangas yang jumlah penduduknya sebanyak 209 KK, yang didalamnya berjumlah 762 jiwa, dengan disediakannya berbagai fasilitas oleh pemerintah, apabila dilihat sepintas memang terkesan negara dan orang-orang yang bernaung didalamnya begitu serius dalam menangani persoalan di wilayah perbatasan. Namun dari segi lain malah terlihat berlebihan, jika dibandingkan dengan pulau-pulau yang berdekatan dengan Miangas yang dulunnya merupakan satu kesatuan administratif dari kecamatan Nanusa, seperti pulau Marampit dan kecamatan Nanusa sendiri yang juga sebagai pulau terluar. Para Pelaut Handal Dari Utara NKRIGenerasi tua di Miangas merupakan generasi terakhir pendukung “tradisi bahari”, mereka merupakan para pelaut-pelaut handal tanpa harus menggunakan layar disaat tidak berangin untuk mencapai pulau-pulau terdekat, seperti pulau-pulau yang ada di selatan daratan Filipina (Mindanao). Dimana tujuan mereka adalah menjajakan hasil olahan tangkapan mereka dilaut dan hasil lain dari masyarakat Miangas seperti tikar-pandan, kopra (Ulaen,dkk. 2012;67-68). Tradisi bahari yang sejak dulu ada dikalangan generasi tua di Miangas, sekarang mulai kehilangan identitas sebagai pelaut handal, pembuat perahu, dan ulet dalam pekerjaan khususnya sebagai seorang nelayan yang mahir dalam membaca perbintangan. Masyarakat lebih memilih menjadi buruh di pelabuhan disaat ada kapal yang masuk, dengan gaji seadanya asalkan dapat memenuhi kebutuhan hari ini, di sisi lain Miangas yang kaya akan sumberdaya kelautan tidak dimanfaatkan secara optimal. Tradisi yang dilakoni oleh generasi tua kini tidak lagi dipraktekkan oleh paragenerasi muda Miangas yang ada hanyalah kenangan manis yang tersirat dan tidak pernah tertuliskan. Tradisi Mamancari Sebagai Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Miangas. Pada zaman dulu hingga pertengahan abad ke 20, masyarakat Miangas sama seperti halnya masyarakat yang ada di bagian bumi manapun pada umumnya, manusia memiliki strategi atau cara bagaimana harus bertahan hidup. Masyarakat Miangas pada umumnya di zaman dulu mengandalkan hasil laut, pertanian dan hasil kerajinan tangan yang dijual baik di pulau-pulau Talaud maupun di pulau-pulau daratan Mindanao, namun sekarang tradisi melaut mulai hilang sejak adanya bantuan pemerintah berupa sembilan bahan pokok di Miangas, kalaupun ada yang melaut itu hanya untuk keperluan makanan. Sedangkan hasil seperti keterampilan membuat ikan kayu (ikan asap) yang mereka dapat disaat mereka bekerja di Perusahan ikan Jepang yang ada di Filipina, dan kerajinan tangan seperti tikar serta topi anyaman dari daun pandan tidak lagi ditemukan. Masyarakat lebih memilih membuka warung untuk berjualan, sementara tempat bertumbuhnya kelapa sebagai sumber mata pencaharian dan laluga atau puraha sebagai bahanmakanan yang mereka andalkan disaat kehabisan bantuan, sekarang menjadi tempat landasan pacu pesawat dimana proyek pemerintah cukup menelan biaya besar. Kelembagaan Adat (Ratu mbanua Dan Inangngu wanua) Di Miangas Politik tidak lepas dari persoalan kekuasaan, wewenang, kebijaksanaan dan pembagian yang pada umumnya berada pada negara, sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan. Namun tidak bisa dipungkiri ada gejala-gejala kekuasaan yang sifat dan tujuannya sewaktu-waktu dapat mempengaruhi negara. Sifat dan tujuan dari gejala kekuasaan yang nonnegara dalam hal ini salah satunya adalah lembaga adat. Pranata sosial atau lembaga masyarakat inilah yang membentuk negara sebagai organisasi kekuasaan. Struktur Pemerintahan Desa Dan Struktur Kepemimpinan Adat Di Miangas Miangas di zaman keresidenan Manado, merupakan satuan wilayah adaministratif ke-jogugu-an Nanusa, semenjak adanya keputusan pemerintah pusat (Surat Menteri Dalam Negeri No. 5/1/69 tertanggal 29 April 1969), pemukiman warga Miangas dinamakan desa dan dipimpin oleh kapitelaut atau sehari-harinya disebut apitaᶅau ditemani jurutulis. Secara politis kapitenlaut ini pada umumnya dipilih berdasarkan keputusan dari 12 suku yang ada di Miangas dan tidak melalui proses dan mekanisme kerajaan yang pemimpinnya berdasarkan garis keturunan. Selain struktur kepemimpinan formal dalam hal ini pemerintah desa, ada juga struktur kepemimpinan tradisional. Kepemimpinan tradisional di Talaud pada umumnya dan Miangas khususnya di warisi secara turun-temurun dan oleh warga di sebut “kepemimpinan adat” di Miangas seperti yang telah dijelaskan diatas terdapat 12 (suku), Ratumbanua dan Inangnguwanua merupakan yang membawahi 12 suku, dan setiap kelompok suku dipimpin oleh tetua yang disapa Timaddu ruangnga/ kepala suku, atau pemangku adat. Peran Ratu mbanua dan Inangngu wanua Dalam Struktur Pemerintahan Desa di MiangasDalam struktur adat di Miangas ratu mbanua dan inangngu wanua, sebelum adanya struktur pemerintahan desa dan struktur keagamaan, sangat dihargai dan dihormati, serta memiliki perannya masing-masing. masalah pertahanan dan pemerintahan dalam wilayahitulah tugas dari ratumbanua, kalau inangguwanua tugas dan perannya adalah membantu ratumbanua dalam menjalankan roda-roda pemerintahan adat, dimana tugas dan perannya adalah menyangkut masalah kesejahtraan masyarakatnya, menjembatani konflik dalam keluarga serta mencari jalan keluar dari masalah kedua belah pihak yang berkonflik, dimana bukan pada persoalan mencari letak kesalahan atau mencari siapa yang menyebabkan konflik untuk diberikan sanksi (hukum adat). Melainkan baik ratumbanua dan inangnguwanua merupakan mediator dalam mengumpulkan tetua adat serta masyarakatnya untuk menyelesaikan persoalan diatas dengan cara kekeluargaan. Dengan adanya struktur pemerintahan desa, lembaga adat yang ada di Miangas mulai dilebur menjadi bagian dari struktur kelembagaan desa. Peran ratumbanua dan inangnguwanua hanya sekedar simbolisasi dalam mengisi acara seremonial. Seperti upacara adat, kunjungan pejabat, dan acara perkawinan. Dari amatan peneliti serta hasil wawancara dengan narasumber, bahwa kelembagaan adat serta peran ratu mbanua dan inangngu wanua sebagai primus inter pares. Tidak lagi seperti dulu, dimana peran ratumbanua dan inangnguwanua serta kelembagaan adat pada umunya menjadi lemah dengan hadirnya beberapa struktur kelembagaan kekuasaan di dalam negara, sehingga apa yang disebut sebagai “kearifan lokal” tidak terpelihara malah dari hari-kehari semakin terkikis. Didalam UUD 1945 Amandemen IV, pasal 28I ayat 3 dan pasal 32 ayat 1 dan Ayat 2. Serta UU No 32 Tahun 2004 “Tentang Pemerintah Daerah” Bab I pasal 2 ayat 9. Negara Indonesia dengan kemajemukannya memiliki kewajiban untuk mengakui, menghormati, menjamin dan memelihara serta memajukan identitas budaya dan masyarakat tradisional yang didalam terdapat nilai-nilai budaya seperti, hukum adat, bahasa daerah yang selaras dengan perkembangan zaman, sejauh nilai-nilai budaya itu hidup dan sesuai dengan prinsip NKRI. Di Miangas Misalnya, dalam penamaan ratu mbanua dan inangngu wanua mereka alih bahasakan kedalam istilah jawa yaitu, mangkubumi I dan Mangkubumi II, sepintas istilah mangkubumi terkesan enak di dengar, namun apabila peneliti meninjau kembali baik dari UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2004, penamaan mangkubumi yang dipakai oleh para pejabat yang berkunjung atau para penyelenggara kekuasaan negara di Miangas dalam menyapa ratu mbanua dan inangnguwanua, tentunya menyalahi apa yang menjadi aturan Perundang-undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia diatas.PENUTUPKesimpulan1. Sebagai “beranda depan” ataupun penamaan lain yang teralamatkan, seperti “benteng Pancasila”, “garda terdepan”, sampai didirikannya 4 buah tugu sebagai penanda supremasi pertahanan bangsa oleh pemerintah, hanyalah sebatas membangkitkan phobia nasionalisme semata, dan sekedar wacana dari pemerintah untuk mengisi lembar halaman dalam media cetak maupun online.2. Program pembangunan yang telah diagendakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, secara kasat mata memberi kemudahan bagi masyarakat di Miangas. Fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah, hanya fasilitas yang menunjang kerjasama antar kedua negaralah yang sampai sekarang selalu siap ditempat. Sedangkan fasilitas-fasilitas yang dibangun untuk pelayanan akan kebutuhan masyarakat hanyalah proyek mubazir, kosong dan hanya menjadi tempat rayap dan kepiting laut,selain itu Keterbatasan akan kebutuhan pendidikan dengan minimnya tenaga pengajar tidak menjadi perhatian serius dari pemerintah.3. Dengan adanya penempatan beberapa personil aparatur sipil dan aparatur pertahanan keamanan di Miangas dari luar daerah, mempengaruhi struktur sosial masyarakat Miangas, contohnya penamaan Ratu mbanua dan Inangngu wanua dialih bahaskan ke dalam istilah Jawa “Mangkubumi I dan Mangkubumi II semakin mengambarkan adanya dominasi kekusaan negara. dimana wilayah yang kecil tidak berimbang dengan adanya penempatan beberapa personil aparatur negara. Hal ini merupakan pelemaham terhadap nilai-nilai bahasa daerah sebagai budaya nasional.4. Pengabaian terhadap nilai-nilai adat oleh masyarakat, menandakan pemerintah gagal didalam memelihara nilai-nilai adat, bahasa dan tradisi yang menjadi kearifan lokal seperti yang diamanatkan di dalam konstitusi negara ini, yang dituangkan ke dalam UUD 1945. Seyogyanya masyarakat dan pemerintah sama-sama mempunyai peran penting dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI dengan memelihara kearifan lokal sebagai bagian dari ketahanan nasional.5. Masyarakat cenderung pragmatis dan bersikap selalu bergantung dan berharap kepada pemerintah, sehingga terjadi pergeseran nilai-nila kearifan lokal yang dulu dilakoni oleh para generasi sebelumnya tidak ditemukan lagi.6. Dengan adanya pembangunan infrastruktur dan struktur kelembagaan desa, peran lembaga adat (ratu mbanua dan inangngu wanua) mulai direduksi dalam struktur kekuasaan negara dan terkesan hanyalah simbolisasi dalam mengisi acara-acara seremonial.7. Dengan hadirnya kekuasaan negara di Miangas, bukan memudahkan pelayanan kepada masyarakat. Malah oknum-oknum penyelenggara kekuasaan negara dengan mengatasnamakan negara untuk kepentingan pribadi dan golongan.8. Ditengah-tengah keterisolasian dan keterbelakangan dengan faktor ekonomi yang rendah dan minimnya sumberdaya manusia, serta jauh dari pusat perekonomian yang tidak ditunjang dengan sarana transportasi yang memadai, tidak adanya ketersediaan BBM untuk melaut, serta ketidaktersediaanya infrastruktur yang memadai membuat perekonomian masyarakat terlihat stagnan. Sehingga dengan adanya pengaruh budaya materialisme dan pemanjaan oleh pemerintah pusat dan daerah mengakibatkan terjadi pergeseran nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Miangas.Saran1. bahwa dengan harapan ke depan hasil karya ilmiah ini dapat menjadi referensi, serta panduan bagi para peneliti yang akan mengembangkan studi tentang wilayah perbatasan.2. Pemerintah seharusnya lebih mengutamakan pembangunan sumber daya manusia dengan melaksanakan program-program yang tepat guna, membekali masyarakat dengan berbagai keterampilan sesuai dengan karakteristik wilayah, sehingga masyarakat lebih diorientasikan pada pembangunan ekonominya.3. Lebih memperhatikan masalah yang menyangkut kebutuhan dasar masyarakat, seperti penyediaan BBM bagi para nelayan agar mereka dapat melaut, menyediakan tempat penampungan sementara dari hasil tangkapan, seperti gudang es (cool store). Menyediakan fasilitas air bersih bagi masyarakat, memperlancar sistem komunikasi dan transportasi ke Miangas, agar kedepan masyarakat semakin diberdayakan.4. Pemerintah seharusnya menggali kembali keterampilan yang ada di dalam masyarakat berupa hasil-hasil kerajinan tangan, seperti topi dan tikar anyaman dari pandan. Hasil-hasil ini kemudian menjadi tambahan pendapatan bagimasyarakat dan menjadikan masyarakat lebih mandiri, dan tidak selamanya bergantung pada pemerintah.5. Pemerintah seyogyanya menjaga dan menghormati lembaga adat sebagai mitra pemerintah sesuai dengan yang diatur oleh Perundangan-undangan. Menghargai nilai-nilai budaya serta memelihara kearifan lokal yang tumbuh berkembang di dalam masyarakat, perlu adanya penguatan kembali terhadap pranata sosial serta membangkitkan kembali identitas sosial untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI.6. Diharapkan masyarakat lebih menjaga tradisi yang ada, seperti upacara adat, hukum adat, dan bahkan tradisi mancari atau mamancari untuk bertahan hidup. Agar tidak selamanya harus bergantung kepada pemerintah.7. Harapan terakhir peneliti agar para penyelenggara kekuasaan negara di Miangas, diharapkan menjalankan tugas sesuai dengan peraturan yang sudah dibuat dan tidak memanfaatkan atau mengatasnamakan negara hanya untuk sekedar kepentingan pribadi dan golongan.DAFTAR PUSTAKAAbubakar, Mustafa Menata Pulau-pulau Kecil di Perbatasan. Belajar dari Kasus Sipadan, Ligitan dan Sebatik. Penerbit Buku Kompas, 2006 Agustino, Leo. 2007. Perihal Memahami Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Jurnal Politik 16. Penerbit, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta:1996. Bara, Gusti Andre “Miangas: Cerita, Fakta dan Harap dari Utara” dalam Cyber Sulut (www.cybersulut.com/PeopleExpertColumn/8991246) Budiardjo, Miriam 2006. Dasar- Dasar Ilmu Politik. Penerbit, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2006. ________________, 1984. Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa.Jakarta : Sinar Harapan. Bugin, Burhan. Bangsa Diantara Nasionalisme dan Primordialisme, Harian Surya, 21 Desember 1993, hlm. 6 Collins, T. James, 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia, Sejarah Singkat. KITLV-Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Dahl, Robert, A. Analisis Politik Modern. Diterjemahkan oleh Bayu Suryaningrat., (Dewaruci Press, Jakarta: 1980). ______________, Modern Political Analysis. Fifth printing. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall Inc., 1965. Denis Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya. Batas‐batas Pembaratan.1996, Penerbit PT GramediaPustaka Utama, Jakarta. Efriza, Ilmu Politik, Dari Ilmu Politik Sampai Sistem Pemerintahan (Bandung, Alfabeta:2008). Frankel Joseph, Hubungan Internasional. Diterjemahkan oleh Laila. H. Hasyim, Cetakan kedua. Penerbit. Bumi Aksara, Anggota IKAPI, Jakarta, 1991. Gilbert W. Fairholm, Organizational Power Politics: Tactics in Organizational Leadership, 2nd Edition (Santa Barbara: Praeger, 2009)Harsono, Andreas “Miangas, nationalism and isolation”. Dalam Tempo, No. 13/V/November 30- December 06, 2004; Asia Views, Edition: 47/1/December/2004.6 ps.Hoetagaol, M. Sophia, Nono S.A Sumampouw, Julianto Parauba, Rony Tuage , Mulyadi Pontororing. Studi Tentang Aspek-Aspek Sosial-Budaya Masyarakat Daerah Pebatasan: Studi Kasus Masyarakat di Pulau Miangas, Kerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya Manado, (Kepel Press, Yogyakarta, 2012). Keraf, S. A. 2010, Etika Lingkungan hidup. Penerbit, Buku Kompas, Jakarta: 2010. Koentjaraningrat, 2009 : Pengantar Ilmu Antropologi. Edisi revisi ( Rineka Cipta, Jakarta; 2009) _____________, 1990. Sejarah Teori Antropologi II ( Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta; 1990. Kusnaka, Adimiharjo. Hak-hak sosial Budaya Masyarakat Adat, dalam Menggugat Posisi Adat Terhadap Negara. Jakarta: Lembaga Pers dan Pembangunan, 1999. Korten, D.C., dan Sjahrir, Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, Jakarta: Yayasan obor, 1988. Lam Herman Johannes, Miangas (Palmas) (Batavia: G. Kolf & Co.,1932) Lapian B. Adrian, Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad ke XIX. Komunitas Bambu. Jakarta. Linton. Ralph. The Study of Man, an Introductory, Student‟s Edition, Appleton-Century- Crofts Inc., New York, 1936. Logemann, J.H.A. 1948. Over de Theorie van een Stelling staatsrecht. Leiden : Universiteit Pers Leiden. Mac Iver, Robert M, The Web of Goverment (New York: The MacMillan Company, 1961) Mac Iver, Robert. M and Page, Charles. H. Society. New York: Barnes and Noble College Outline Series, 1960.Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” Sekretariat Jendral MPR RI, 2007. Madjowa Verrianto: “Warga Miangas Butuh Tambahan Guru”, Tempo interaktif, Rabu, 23 Mei 2007 Pokok-Pokok Antropologi Budaya/editor T.O Ihromi.-ed.8.- ( Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 1996) Rusadi Kantaprawira. 1988. Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar.Bandung: Sinar Baru Salindeho & Sombowadile, 2008.Kawasan Sangihe-Talaud-Sitaro: Daerah Perbatasan, Keterbatasan, Perbatasan. Puspad, Jogja. Sarundajang, S.H, 2011. Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah. Cetakan ketiga edisi revisi, (Kata Hasta Pustaka, Jakarta; 2011). Selo Soemardjan- Soelaeman Soemardani (eds). Setangkai Bunga Sosioloogi. Edisi Pertama. Djakarta: Jajasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964. Sjamsuddin, N, 1989. Integrasi Politik Di Indonesia. Penerbit, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 1989. Soehino,1986, Ilmu Negara. (Liberty Yogyakarta; Jayeprawiran 21, 23, Yogyakarta 55112, 1986) Soerjono Soekanto, 1981. Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan Ketujuh, Penerbit. Universitas Indonesia-Press, Jakarta:1981. Soetiknya, Imam. Politik Agraria Nasional. Yogyakarta: UGM,1990. Stephen P. Robbins, Organisational Behaviour: Global and Southern African Perspectives, 2nd Edition (Cape Town: Pearson Education South Africa (Pty) Ltd., 2009)Strong, C. F,. Konstitusi- konstitusi Politik Modern, Kajian Tentang Sejarah Dan Bentuk-bentuk Konstitusi Dunia. Nusa Media: Bandung, 2004. Sudarsono, Juwono, editor, 1991. Pembangunan Politik Dan Perubahan Politik; Sebuah Bunga Rampai. Kumpulan tulisan-tulisan para ahli dari bidang Ilmu Antropologi, Ilmu Politik, Ilmu Ekonomi, dan tulisan dari Bapak Sosiologi Indonesia Selo Soemardjan. Cetakan kelima oleh Yayasan Obor Indonesia, Jakarta; 1991. Sugihardjanto Ali, dkk. Globalisasi Perspektif Sosialis. Cetakan Pertama. Penerbit. Cubuc, Jakarta, 2003. Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Penerbit, CV. Alfabeta, Bandung; 2011. Suhady Idup dan Sinaga A. M, 2009. “Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesi, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Sumarsono, dkk. 2005. “Pendidikan Kewarganegaraan”. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Syafiie K Inu & Azhari, 2005. Sistem Politik Indonesia. Penerbit, PT Refika Aditama, Bandung: 2005. Ulaen J. Alex, Triana Wulandari, Yuda B. T Tangkilisan. Sejarah Wilayah Perbatasan Miangas- Filipina 1928-2010; Dua Nama Satu Juragan. Penerbit, Gramata Publishing, Jakarta: 2012. ____________, Paulina Nugrahini, Christian Setiawan, Asrullah Dukalang, Alinabur. Studi Tentang Sosial Budaya Masyarakat Daerah Perbatasan: Studi Kasus Masyarakat Pulau Marore Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya Manado, Penerbit, Kepel Press, Yogyakarta, 2012. ____________, 2010. Nusa Utara Dalam Sejarah Bahari; Kumpulan Tulisan 2003-2004. Penerbit, Yayasan Marin-CRC Manado, 2010. ____________, 2003, Nusa Utara Dari Lintasan Niaga ke Daerah Perbatasan. Pustaka Sinar Harapan, 2003. ____________, Laut Yang Menyatukan:Mengungkap ruang‐jejaring Laut Maluku, “Maritim Sebagai FaktorPemersatu Bangsa dari PerspektifSejarah” Makalah Pengantar Dialog Kesejarahan di Ambon, 2010 ____________,“Miangas (Las Palmas) dalam Dinamika Wilayah Perbatasan Bahari”, dalam Konferensi Nasional Sejarah ke- 9, di Jakarta, 5 – 7 Juli 2011 Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 32 Tahun 2004TentangPemerintahan Daerah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 “Tentang Pertanahan” Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005, “Tentang Pemerintahan Desa” Van Leur, J. C. Indonesian Trade and Society, Essay in Asian Sosial and Economic History,1967. Widodo, Joko, 2001. Good Governance,Telaah dari dimensi: Akuntabilitas Dan Kontrol Birokrasi, Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Penerbit, Insan Cendekia, Surabaya; 2001. Weber Max, Essay in Sociology, translated and edited by H-H Gerth and C. Wright Mills, Oxford University Press, New York 1946.Zakaria, R. Yando, 2000. Abih Tandeh. Masyarakat Desa di Bawah Rezim Orde Baru, Jakarta: ELSAM Daftar Publikasi Media Tentang Miangas dalam Majalah Online dan Cetak: “Berkunjung ke pulau tempat transit para pelaku Bom Bali” Jawa Pos 13 Oktober 2005. www.jawapos.co.id. (Miangas disebut sebagai tempat transit teroris).Gatra, 19 Februari 2009 dalam http://www.gatra.com/artikel.php?id=123414) dan Gatra, 4 Juli 2005. Tempo interaktif, Senin, 17 April 2006.Keterangan Pers Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi, dilaporkan oleh Endang Purwanti.http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/15/03175473/nasionalisme.itu.mahal.http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/1881037-sengketa-pulau-miangas-bagian/#ixzz1UALABO1khttp://mdopost.com/news/index.php?option=com_content&task=view&id=3644&Itemid=57 Sumber Lain: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 38 Tahun 2002, tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia“Profil dan Dinamika Penyiaran di Daerah Perbatasan NKRI” Komisi Penyiaran Indonesia (Lembaga Negara Independen), 2012, dalam (www.kpi.go.id) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dalam (http://www.dephut.go.id/files/pp_26_08.pdf), diunduh 6 Maret 2013. Video Dokumenter, Badan Pengelola Perbatasan Daerah Sulawesi Utara, 2011. “Pengembangan Pembangunan Daerah Perbatasan” dalam seminar di hotel Granpuri ruang pertemuan Anoa III, 24 April, Manado, 2013.
Read more articles