Jika melihat artefak-artefak seni rupa peninggalan orang-orang hebat masa lalu di Indonesia, maka banyak orang yang terheran-heran dengan kemampuan bangsa Indonesia. Sebut saja candi Borobudur (salah satu keajaiban dunia) dan candi Prambanan, keduanya dibangun pada masa Hindu-Budha. Pengaruh Islam juga nampak pada seni bangunan, masjid-masjid kuno yang masih berdiri hingga kini sangat mengagumkan. Semakin kesini, sebut saja Raden Saleh yang terkenal dengan lukisan-lukisan romantismenya. Banyak orang mengagumi karya-karya Raden Saleh, dia orang Indonesia. Masuk abad ke-20, sebut saja Affandi, Basuki Abdullah, Sudjojono, ketiganya sangat terkenal dengan ketrampilan melukis. Pada 1945, Indonesia Merdeka dan semakin kesini sudah “tidak terhitung” lagi seniman-seniman Indonesia dengan beragam karya dan gaya berkesenian. Benar, uraian yang ada di poster Sendes 2020 bahwa seni merupakan bidang ilmu yang dinamis. Siapapun bisa mempelajari seni, tetapi kualitas estetika produk keseniannya bisa berbedabeda. Terkait dengan konsep Kampus Merdeka-Merdeka Belajar yang sudah disosialisasikan beberapa waktu lalu, penulis sendiri belum memahami seutuhnya. Namun tema seminar nasional Seni dan Desain 2020 yang diselenggarakan oleh UNESA ini tentang Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, merupakan kesempatan baik untuk menyumbangkan pemikiran tentang dinamikanya seni rupa Indonesia. Apakah kebijakan tersebut mempengaruhi kualitas berkesenian akan lebih baik atau malah sebaliknya? Penulis mencoba mengkajinya dari pendekatan utama estetika dan sejarah seni rupa Indonesia. Dua pendekatan utama itu, setidaknya bisa memprediksi hal-hal yang akan terjadi pembelajaran seni rupa di Indonesia dari masa ke masa, terkait dengan kebijakan Merdeka BelajarKampus Merdeka.
Kata Kunci : senirupa; Indonesia; merdeka;belajar; 2020