Kesastraan Klasik Jawa, sebagai bagian dari kesenian bangsa Indonesia telah mencapai hasil yang gemilang sebagaimana diakui oleh para ahli (Zoetmulder, 1993: XI). Lewat karya-karya seni, bangsa Jawa mengungkapkan ide-ide religiusnya beserta pandangan mereka mengenai manusia dan alam semesta. Kalau monumen-monumen batu, seperti Borobudur dan Prambanan telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia pada masa silam telah berhasil mengembangkan cita-rasa keindahan sampai ke tingkat yang tinggi (Zoetmulder, 1993: XI), monumen-monumen dalam bentuk sastranya pun ketinggian mutunya dikagumi dan dijadikan kajian oleh sejumlah ahli dalam berbagai bidang. Meskipun sejumlah kajian terhadap kesastraan Jawa telah dilakukan, semua itu belumlah seimbang dan sebanding dengan banyaknya lontar dan naskah yang kita miliki. Naskah Jawa yang berlimpah tersebut masih tersimpan di berbagai museum, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di luar Indonesia, naskah tradisional tersimpan dengan baik di 26 negara (Sulastin Sutrisno, 1981:12). Adapun koleksi naskah di Universitas Leiden dapat diketahui dari katalogus yang disusun oleh Vreede (1892), Juynboll (1907,1911), Voorhoeve (1952), Pigeaud dengan bantuan J. Soegiarto (1955) (Uhlenbeck, 1964:114-117), sedangkan koleksi naskah Jawa yang berada di beberapa museum di Surakarta dan Yogyakarta dapat diketahui dari katalogus yang disusun oleh Nancy K. Florida (1981), Nikolaus Girardet (1983), dan T.E. Behrend (1990). Kesastraan Jawa yang berlimpah itu secara sederhana dapat dibagi menjadi 4, yaitu: Kesastraan Jawa Kuno, Kesastraan Jawa Pertengahan, Kesastraan Jawa Baru, dan Kesastraan Jawa Modern. Berdasarkan isinya, Kesastraan Jawa dapat dikelompokkan menjadi kelompok: religi dan etika; sejarah dan mitologi; sastra indah; ilmu pengetahuan, seni, ilmu sastra, hukum, folklore, adat kuno, dan sebagainya (Pigeaud, 1967: ix-xx).