Baru saja dipublikasikan
Most Viewed
Equipment of Earthquake Detection and Warning with Vibration Sensor Image
Conference paper

Equipment of Earthquake Detection and Warning with Vibration Sensor

The purposes of writing this paper are to determine: (1) the working principle of vibration sensors can detect impending earthquakes, (2) the sensitivity or the sensitivity of the tool when used in detecting the vibration of an earthquake, (3) demonstration tool Earthquake Detection and Warning with vibration sensor has good meets criteria for use students learn. The method of this research is an a demonstration tool in learning. The basic principle of work and warning earthquake detector with a vibration sensor this is when an earthquake occurs or when the dynamo (earthquake simulator) is started, the resulting vibrations cause movement of the pendulum. This pendulum movement is what will trigger the sound of the bell. When the pendulum movement causes the pendulum in contact with the copper wire ring, then the electricity will flow toward the bell. When electricity flows into the bell will arise in the membrane vibration in the bell. A vibrating membrane will produce resonance which then led to a wave. This wave is what produces the sound on the buzzer. Pendulum vibration frequency is closely related to the magnitude of the voltage / potential difference given input on the dynamo that causes the rotor to rotate. Increasing the voltage will increase the rotational speed of the rotor on a large dynamo. The faster the rotor rotation, the vibration of the pendulum will be even greater. This resulted in the pendulum will be faster and more frequent touching circle copper wire which is connected electricity and bell. Thus the buzzer will sound increasingly rapid and dynamic. The results of the experiment are the greater the number of loops and the greater the voltage will cause a greater rotational speed of the rotor is generated, so that the greater the pendulum vibrations and buzzer / alarm to sound more dynamic. Detector and earthquake warning with vibration sensor has a sensitivity to the number of loops starting from 2 pieces with a 3V input voltage and is capable of detecting an earthquake of ≥3,6 SR. Based on the results of the assessment of a demonstration tool detection and warning of earthquakes with vibration sensor was found that the maximum value that is filled by a validator is 39. It can be concluded that the demonstration tool detection and warning of earthquakes with vibration sensor is included in good criteria for the use of students in learning.
Sejarah, Klasifikasi dan Strategi Perkembangan Ilmu Pengetahuan Image
Conference paper

Sejarah, Klasifikasi dan Strategi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan tidak muncul secara mendadak, melainkan hadir melalui suatu proses mulai dari pengetahuan sehari-hari dengan melalui pengujian secara cermat dan pembuktian dengan teliti diperoleh suatu teori, dan pengujian suatu teori bisa dilakukan dan babak terakhir akan ditemukan hukum-hukum.Filsafat sebagai manifestasi ilmu pengetahuan telah meletakkan dasar-dasar tradisi intelektual yang diawali oleh filsuf-filsuf Yunani Kuno di abad ke 6 SM. Dalam perkembangannya filsafat mengantarkan lahirnya suatu konfigurasi yang menunjukkan bagaimana cabang-cabang ilmu pengetahuan melepaskan diri dari keterkaitannya dengan filsafat, yang masing-masing secara mandiri berkembang menurut metodologinya sendiri-sendiri. Tulisan ini membahas tentang kelahiran dan perkembangan ilmu, klasifikasi serta strategi pengembangan ilmu pengetahuan.
Suggested For You
Analisis Kebijakan Pemberdayaan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Image
Policy analysis

Analisis Kebijakan Pemberdayaan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia

Indikator keberhasilan pembangunan nasional diukur dengan lndeks Pembangunan Manusia yang terdiri atas tiga ukuran yaitu (1) ekonomi yang diukur dengan pendapatan perkapita, (2) Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf dan rata- rata lama sekolah serta (3) Kesehatan yang diukur dengan angka harapan hidup. Hal ini mengandung pengertian bahwa semakin sejahtera suatu negara semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, dan kondisi ini akan menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data dan proyeksi kependudukan menunjukkan jumlah lansia terus meningkat. Data Biro Pusat Statistik menyatakan bahwa jumlah warga lanjut usia 65 - 70 pada tahun 2000 berjumlah 22,7 juta jiwa, tapi pada tahun 2020 diperkirakan jumlah tersebut menjadi 30,1 juta jiwa atau sekitar 10 persen dari total penduduk Indonesia. lndeks Global Age Watch ini memeringkatkan 96 negara berdasarkan kualitas hidup dan sosial serta status ekonomi para lansia yang berumur 60 tahun keatas. lndeks tersebut menyelidiki em pat hal yang menyangkut kualitas hidup para lanjut usia yaitu pendapatan yang menyangkut kondisi pensiun, status ekonomi lansia, GOP (Gross Domestic Product) setiap Negara dan tingkat kemiskinan di usia lanjut. Begitu pula dengan status kesehatan yang termasuk di dalamnya harapan hidup mereka yang berusia 60 serta status psikologis. Indonesia berada di peringkat bawah lndeks Global Age Watch yaitu pada posisi ke-71 Tujuan Analisis Kebijakan Pemberdayaan dan Perlindungan sosial Bagi Lanjut Usia adalah : a) Melakukan analisis dan pendalaman lebih lanjut tentang kebijakan terkait ekonomi dan kesejahteraan, pelayanan kesehatan, dan dukungan sosial bagi lanjut usia; b) Memahami potensi dan tantangan dalam ekonomi dan kesejahteraan, pelayanan kesehatan, dan dukungan sosial (termasuk regulasi, kelembagaan, target dan sasaran) Pemberdayaan Lanjut Usia; c) Menganalisis implementasi pemberdayaan dan perlindungan bagi lansia di Propinsi Jawa Tengah; d) Merumuskan pokok-pokok pikiran mengenai model kebijakan pemberdayaan lanjut usia. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan tabulasi data baik biasa maupun tabulasi silang. Data diperoleh dari hasil wawancara responden dengan dipandu kuesioner yang sudah ditentukan. Untuk melengkapi pembahasan kajian, dilakukan indept interview dengan pihak - pihak terkait khususnya unsur pemerintah. Metode yang selanjutnya adalah Focus Group Disscussion ( FGD ) yang melibatkan semua unsur stakeholder daerah. Hasil analisis/kajian ini adalah : 1) Kebijakan dalam penanganan lansia yang terdiri atas pemberdayaan dan perlindungan pelayanan sosial bagi Lansia diberdakan atas lansia potensial dan non potensial. Lansia non potensial dibedakan menjadi lansia yang dirawat di panti dan dirawat di rumah. Fokus pembahasan yang mengarah pada lansia non potensial dan miskin menunjukkan bahwa selama ini peran pemerintah belum bisa berjalan dengan optimal. Hal ini disebabkan karena ketersediaan anggaran, dan belum sinkronnya kebijakan pusat dan daerah sehingga terkesan tum pang tindih, di sisi lain ada permasalahan yang justru tidak tertangani; 2) Peraturan Perundangan mengenai kesejahteraan lansia yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 sudah terlalu lama atau out of date sehingga memerlukan peninjauan ulang. Sementara di daerah khususnya Propinsi Jawa Tengah sudah memiliki Peraturan daerah yang secara khusus mengatur kesejahteraan lansia yaitu Perda Nomor 6 tahun 2014. Konsekwensi yang diperoleh adalah adanya anggaran yang relatif lebih banyak khususnya bagi lansia yang miskin dan terlantar; 3) Pemerintah pusat dan daerah telah memberikan dukungan penuh bagi peningkatan kesejahteraan lansia baik melalui pemberdayaan bagi lansia yang potensial maupun perlindungan dan pelayanan sosial bagi lansia non potensial. Dalam melakukan pemberdayaan dan pelindungan pelayanan sosial ini harus melibatkan berbagai pihak terkait baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat maupun keluarga; 4) Model kebijakan pemberdayaan dan pelayanan bagi lanjut usia dibagi menjadi tiga yaitu; a) Pemberdayaan bagi lansia potensial, b) Perlindungan dan pelayanan sosial bagi lansia non potensial di dalam panti dan c) Perlindungan dan pelayanan bagi lansia non potensial di tengah keluarga.
Baca artikel lainnya